Cas Cis Cus “Indehoi Ala Om Kabid VS Mbak Kasi”

 Lentera Hati

Masih Mesterius “Indehoi Ala Om Kabid VS Mbak Kasi”



“Itulah kalau barang enak, ga mikir lagi jabatan. Atau mumpung
dekat, jadi trabas aja. Akhirnya digrebek orang kan,” celoteh seorang kawan,
disebuah warung bakso dekat bundaran tugu Payam Emas Kotabumi.

Aku berusaha menyimak arah pembicaraan kawan ini, siapa yang
dimaksud. Walau ada kabar-kabar angin pernah aku dengar, kalau ada seorang
Kabid indehoi dengan seorang kasi.

“Biarlah oiiii, mereka yang enak, kamu orang yang kepo. Apa karena
dia pejabat dan ASN ya. Emang saying bener sih sampai digrebek warga gitu,
kira-kira ada sanksi ga ya,” timpal sahabatku, sambal menghisap rokok
filternya, tampaknya nikmat sekali. Seperti nikmatnya kedua insan dimabuk cinta
itu, tanpa pikir Panjang lagi kalau keduanya sudah punya pasangan
masing-masing.

Nah, kok ga heboh ya. Perkaranya ini kabar Cuma kabur aja
apa benar ya. “Ah, kayaknya bener sih, lah yang cerita sama aku ini malah
kawannya pejabat indehoi itu lho. Kalau masalah gak heboh, ya pinter-pinter mereka
ajalah. Ssssttttt, grebeknya kan diam-diam juga, mungkin masih sayang dia itu
sama istrinya, walau sudah sama orang lain,” ujar kawan, seraya meneguk es tehnya,
yang amat dingin, hingga terdengar giginya gemertak beradu.

Seperti dinginnya masalah daging tersembunyi yang tidak bisa
dijaga, akhirnya menguap kepermukaan, tapi masih adem ayem berlindung dibalik
kegagahan jabatan.

“Kabarnya sudah was wis wus untuk nutup itu semua, tapi
kebenaranya ya belum tahu. Kalau kata kawannya kawanku biar barang itu ga nguap
kemana-mana, makanya harus ada pah peh itu tadi. Yakin aja, ntar ini akan
terkuak, tinggal nunggu masanya aja,”

Mendengar makin menjurus, aku berusaha menghindari itu
smeua, dan bertanya kepada pemilik warung bakso untuk membayar. Ternyata setelah
ditotal semua hampir mencapai serratus lima puluhan ribu. Harga yang lumayan
mahal, tapi resiko makan ya harus bayar, kalau ga mau bayar ya pacarin
pemilik bakso. Wah laju pacar memacar, kan milik orang itu. “Ya tapi terus
gratis kalau mau makan,” timpalku singkat, sambal aku ngeloyor pergi keluar
dari warung bakso kerikil itu.

Tinggalkan Balasan