Waykanan – Terkait masalah adanya dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan salah seorang Wartawan di Kabupaten Waykanan, dan telah dilaporkan ke Mapolres setempat, pemilik rumah makan Gaola, mengelar konfrensi pers.
Dihadapan sejumlah wartawan, Pemilik Rumah Makan Gaola, Indra Septa Purnama itu didampingi Tim Legal, M.Djalal Hafidz A, S.H dan Muhammad Osama, salah seorang pemilik rumah makan di Blambanganumpu.
Indra Septa Purnama atau lebih dikenal dengan Indra Gaola mengatakan, terkait pemberitaan di sebuah media yang tidak imbang sangat merugikan dirinya.
“Saya sduah melaporkan masalah ini, baik berita yang tidak seimbang dan juga terlalu menuduh, itu sangat merugikan kami. Begitu juga akun tiktok yang memojokan kami, tapi tida ada bukti dalam video itu,” kata dia, di Café Umpu Bhakti, Rabu (06/12/2023) pukul 15.00 WIB.
Baca Juga : Dianggap Mencemarkan Nama Baik, Pemilik RM Gaola Melaporkan Ketua SMSI ke Mapolres Waykanan
Sementara itu, menanggapi persoalan kliennya, M.Djalal Hafidz, kuasa hukum Indra Gaola menjabarkan, bahwa pemberitaan serta postingan media sosial menuai kontroversi dan hipotesa yang akhirnya merugikan pihak tertentu.
“Produk jurnalis dan media sosial diatur dalam pertauran yang berbeda, akan tetapi memang pada praktiknya kedua hal ini bisa berkaitan satu sama lain, terlebih jika dikaitkan dengan suatu akibat hukum Pers yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999,” katanya.
Djalal menjelaskan, dunia pers atau jurnalisme ada dua istilah yg sering menjadi penentu apabila fakta dan kebenaran isi berita di pertanyakan, hak jawab (Pasal 1 angka 11 UU Pers) dan hak koreksi (Pasal 1 angka 12 UU Pers).
“Dua langkah ini bisa ditempuh, apabila kita sebagai orang atau pihak yang di beritakan merasa dirugikan, atau terdapat kesalahan dalam penulisan berita,” kata dia.
Menurutnya, apabila dua hal tersebut tidak membuahkan hasil, maka yang harus dilakukan melakukan pengaduan ke dewan pers.
“Semu aitu dapat kita lihat tata caranya di Peraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/VII/2013 tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers,” ujar Djalal.
Apabila Hak Jawab dan Pengaduan ke Dewan Pers tidak juga membuahkan hasil, kata Djalal, maka undang-undang Pers juga mengatur ketentuan pidana dalam Pasal 5 jo. Pasal 18 ayat (2) UU Pers.
Kuasa hukum Indra tersebut menjelaskan, Pasal 5 Undang-Undang Pers pada (1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
“Kemudian ayat dua dan tiganya berbunyi, Pers wajib melayani Hak Jawab dan Pers wajib melayani Hak Koreksi,” kata dia.
Bahkan, ujar Djalal, ada ketentuan pidananya, diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UU Pers, Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sedangkan postingan media sosial, apabila mengandung unsur ketidakbenaran, terlebih pencemaran nama baik diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 27 ayat 3 yang berbunyi Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.
“Jika, kedua hal tersebut, produk jurnalis membersamai postingan media sosial ataupun sebaliknya postingan media sosial yang memuat suatu produk jurnalis, di indikasikan merugikan suatu pihak tertentu, maka akan berkaitan satu sama lain,” ujar Djalal.
Apalagi, kata dia, kedua hal tersebut mengarah ke suatu perbuatan pidana. Maka, akan dijadikan kedua alat bukti yang saling berkaitan, tidak bisa disimpulkan kondisi yang demikian dianggap semata-mata hanya melaporkan produk jurnalis. Karena terdapat relevansi yang jelas antara keduanya.