“Wah ada anggota Dewan asal ngomong aja, ga bisa bercermin. Apa takut proyeknya diotak Atik kawan ya,” celoteh kawan, diruang Redaksi GNM Group.
Kawan yang tiba-tiba datang bercerita dengan menggebu-gebu, oknum Anggota DPRD Waykanan mengkerdilkan profesi wartawan.
“Harusnya ga gitu dong, belaiu itu wakil rakyat, fungsinya juga pengawasan, sama kayak kita yang juga mengawasi anggaran. Tapi ntah kalau dia malah ikut menikmati juga anggaran itu,” ujarnya lagi, sambil menghisap rokok filternya.
Hisapannya yang dalam, terlihat sangat kesal dengan ucapan oknum dewan yang kata dia namanya Masda Yulita itu.
Aku mencoba mendengarkan kata perkata cerita kawan tersebut, sambil menghadap komputer ku, dengan tatapan mata yang di balur kacamata plus 150.
Kacamata murah, hanya recehan, kayak omongan anggota dewan itu yang berkata wartawan kok ngurusi yang recehan, padahal proyek dia yang mamakai nama orang lain juga recehan, belum kalau milyaran.
“Halah apa yang sudah diperbuat dia itu, mikirkan perut sendiriah iya, infrastuktur hancur didaerahnya aja, apa perjuangan dia. Malah diakuinya kalau bisa duduk kemarin karena belanja suara,” sahut kawan yang duduk tepat di depanku.
Aku baru ingat, nyebut nama itu, laju ingat traktor bajak, mengatasnamakan kelompok tani, tapi yang menikmati dia.
“Iya ya, dulu kalau ga salah ada yang ngajak salah satu Koptan untuk dijadikan atas nama mengambil traktor bajak, dengan iming-iming uang Rp2 juta, tapi ketua Koptan itu ga mau, terus mungkin ngajak ketua Koptan lain makanya bisa diambil,” gumamku lirih ke kawan yang duduk disebelah kursiku.
Kursi kerjaku yang ga bisa goyang-goyang kayak punya anggota dewan yang sudah dua periode itu, yang penting goyangkan kursi, duduk manis, sudah bisa mewakili rakyatnya.
“Kok malah ngomongin traktor, ai dah lain pembahasan, itu punya pertanian. Yang kita bahas inikan omongan yang nyinggung profesi,” sergah kawan, sambil mengatakan lain yang dibahas kayak oknum dewan tadi, yang di bahas acara reses menampung aspirasi rakyat, eh malah ngomongin wartawan, nampak ga punya kwalitas sama sekali.
Tidak memahami acara apa yang baru diikuti.
“Mungkin kalau di gedung rakyat gitu juga, ga ngerti apa-apa, yang penting duduk dapat gaji,” ujar teman.
Waktu makin gelap, adzan Maghrib sudah mulai berkumandang, satu persatu kawan pamit pulang, katanya mau jadi imam di Musholla dekat rumahnya.
Aku hanya tersenyum dan memandangi kawan-kawan menstarter sepeda motrnya lalu pergi.