“Sekecikan bae, kalau soal pertarungan itu, ngeri kita bahasnya. Mereka saling mencari pembenaran,” celoteh seseorang yang selama ini aku panggil Ketua, di sebuah Kafe areal Blambanganumpu, Waykanan.
Sambil menikmati air teh yang telah di racik, agar agak dingin dibumbui es dan agak manis di siram gula, aku mendengar cerita ketua ini seraya tersenyum simpul aja.
Toh aku juga belum maksud soal yang mana yang sekecikan bae itu, apa karena dari sekian banyaknya anggota yang datang hanya segelitir, karena cukup numpang nama aja, atau yang mana.
“Lah kalau soal itu, kita Semak aja dari semua pihak, entah dari Polrinya atau TNInya, ade fersi ye berbeda-beda,”timpal sobat yang kalau ketemu kupanggil Bendum, dengan logat semendonya.
Karena memang usai peristiwa yang menggemparkan itu dua instansi itu punya cara masing-masing untuk mengungkapnya. Ntah dari sisi meninggalnya Polisi yang katanya Dor Doran sama TNI atawa dari sisi sabung ayamnya.
Yang pasti tak semudah seperti mencuil ikan yang kemudian di campur terong bakar, dan sambel di kasih kuah pindang, seperti yang sedang kami nikmati dalam kebersamaan malam itu, meski sambalnya terasa pedas, ah itu hanya bumbu saja, nanti Ending mingkem.
“Ah udah lama kok sabung itu, tapi ngapa baru ada penggerebekan ya ?, apa baru ketahuan ya. Apa karena posisinya di Tengah register,” tanya seorang kawan, yang duduk bersilah di depanku, sambil menikmati rokok surya 16 nya. Wiih nikmat sangat terlihat, asapnya ngepul, ntah lari kemana, kayak pertanyaan rakyat, mau di bawa lari kemana kasus ini.
Mendengar pertanyaan itu, aku Cuma bisa melongo. Laju ingat sebuah postingan kawan di sebuah medsos, yang katanya ga ada nama Kampung Karang Manik. Penguasa setempat aja ga tahu, apalagi mbah google.
Berarti hanya orang-orang tertentu saja yang tahu, yang katanya berkepentingan, ntah berkepentingan apa, yang jelas berkepentingan.
Padahal kalau kata kawan dari sahabatku, banyak juga sabung di daerah ini. Ada yang katanya mengatas namakan dengan adat. Tapi katanya ada backingnya juga, bener ga nya ya kayaknya bener, tapi ntah.
“Weh, padahal kit aini anggotanya rame, tapi yang ada kok Cuma inilah. Kemana yang lain, apa pada ngacir ya,” ujar Ketua.
Ntah maksudnya anggota organisasinya yang rame, apa yang mana, kok pakai Bahasa ngacir. Duh entah juga. Ah mungkin beliau mau ngajak mengakhiri obrolan kosongnya, biar kami bubar.
Ya udahlah akhirnya kami pulang masing-masing. Masalah bayar makan minum di Kafe itu, pasrah aja, biar Bendum yang bayar.