Waykanan – Nasib petani plasma Kampung Tanjung Agung, SP 3B Kecamatan Pakuanratu Kabupaten Waykanan diduga selama 25 tahun menjadi plasma di jadikan sapi perahan oleh KUD dan perusahaan.
Para petani sawit tersebut menjadi petani plasma sejak tahun 1996/1997, dengan Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) yang di himpun KUD Karya Makmur.
Ahmadi, orang yang di berikan kuasa para plasma mengaku, dalam kontrak tersebut tertera bahwa mereka akan menjadi petani plasma sawit sampai 25 tahun.
“Kalau di hitung dari kotrak sampai hari ini, maka seharunya KUD itu sudah habis. Malah lewat dua tahun. Harusnya 2021 kontrak mereka sudah habis, tapi mengapa KUD dan PT BNIL masih melakukan pemanenan sawit milik para petani,” katanya.
Dalam kesepakatan awal, kata Ahmadi, dalam satu hektar petani hanya memiliki hutang Rp7,8 juta, namun hingga kontak berakhir para palsma tidak tahu masih berapa hutang mereka.
“Petani tidak pernah dikasih tahu. Justru hutang mereka itu malah semakin membengkak. Padahal setiap kali panen, para petani ada yang hanya di berikan bagian Rp50 ribu/hektarnya. Paling besar hanya Rp150 ribu. Apa gak sedih kalau kayak gini,” kata dia,
Satu Hektar Kebagian Rp50 Ribu
Menurutnya, selama puluhan tahun, petani sawit yang menjadi palsma tersebut hanya kebagaian dari hasil panen sawitnya Rp50 ribu-Rp150 ribu.
“Pernah para petani melakukan gerakan pada tahun 2002 sampai 2004, tapi karena kepedulian pemerintah ga ada kepedulian, sampai hari ini pun tidak pernah ada perubahan hasil mereka. Hanya yang di rasakan petani mereka jadi sapi perahan saja,” kata Ahmadi.
Kesepakatan yang dari awal di buat dua rangkap, kata dia, sampai hari ini petani juga tidak pernah memiliki salinan kesepakatan tersebut.
“Jadi gemana mereka (Petani,RED) mau tahu, kesepakatannya aja ga pernah diberikan, hanya orang-orang tertentu yang punya. Lebih parahnya lagi setiap kali panen, dalam surat pemberitahuan (Kopelan) tertulis Dan parah lagi ada dana penyisihan harga sawit Rp300 ribu/Kg, warga tak tahu kemana uangnya sampai sekarang,” ujarnya.
Pada awal 2025, ujar Ahmadi, petani di Kampungb tersebut, yang memiliki luas perkebinan sawit skitar 450 hektar itu, meminta agar tidak ada yang memanen.
“Kalau mau tahu, sekali panen sawit mencapai 400-500 ton dari kebun sekitar 450 hektar. Jika permintaan kami tidak di indahkan, kamim akan melakukan aksi. Saya akan lapor ke Presiden. Sudah kepalang basah, jangan jadikan petani sapi perah. Giliran kami sudah mau bergerak, Desember 2024 ini pembagiannya agak besar, satu hektarnya ada yang dapat Rp3 Juta-Rp4 Juta,” terangnya.
Ahmadi menjelaskan, KUD KM pernah mengundang para petani pada tanggal 14 Desember 2023, dengan berbagai dalih KUD tersebut meminta adanya perpanjangan kontrak satu tahun lagi.
“Ini sudah habis, petani dah sabar. Gimana tidak kalau ada petani yang dapat bagian hanya Rp5 ribu, apa bukan rentenir mereka itu. Disisi lain, memang petani ini galau, bagaiman tidak, bukti kepemilikan tanah ada di KUD, dan yang nyerahkan itu sudah ga ada orangnya sudah ninggal,” katanya.