dodol,” celoteh kawan saat membaca di salah satu media online tentang RSUD
Ryacudu Kotabumi.
jawab sekenanya, hingga ternyata kawan memerah mukanya. Ah, ternyata kawan
tersinggung, seperti tersinggungnya Jumadi, Suami Sri Rahayu. Tentu bukan hanya
tersinggung, sedih, miris dan gemuruh didadanya., dengan meninggalnya istri dan
anak yang ada dalam kandungan Sri Rahayu.
pernah menganal Jumadi saja kesal dengan cara tim medis yang jaga di rumah
sakit itu, bagaimana dengan sang empunya. Lah,
bicara singgung tersinggung, tidak seperti direktur rumah sakit dan
bupatinya, sepertinya hanya beri angin segar saja.
dilihat nanti, masih dibentuk tim penyelidikan dan akan dilaihat
undang-undangnya, kok jadi repot ya. Empatinya mungkin kurang, tapi mungkin
begitu bahasa pejabat tinggi ya.
tidak mengerti dengan bahasa dan aturan mereka. Simple ajalah, tinggal lihat
siapa medis yang jaga malam itu, ambil keteranganya, tanya Jumadi sebagai suami
korban, inikan sudah bisa jelas. Jumadi bukan memperasalahkan salah obat, tapi
jelas malam itu tim medis enggan bangun dari tidurnya walaupun pasien mulai
sekaratul maut,” ujar kawan yang duduk disampingku dengan nada geram.
kayak Pak Polisi bae,” celetuk kawan. Setelah diselidiki minta waktu seminggu,
nunggu orang-orang lupa, Jumadi tinggal sendiri, dan lenyaplah kasus itu. Hah,
mungkin seperti itu maunya.
repot,” aku berujar pada kawan sebelahku dan kawan sahabatku. Dengan serentak
mereka melotot sambil melihatku. Aku hanya tersenyum simpul tak enak hati.
satu tim medis yang jaga malam kematian Sri Rahayu itu, karena kesal
dibangunkan oleh satpam dan Jumadi untuk menolong Sri Rahayu, dan sentak
kembali bobok manis dengan seragam putihnya yang bersih tanpa ingin kena noda
pasien.
surga, dan maafkan aku Pak Jumadi, tidak bisa menolongmu, mungkin kenadlian
nanti akan tiba untuk mu.***