“Perlu adanya perjuangan yang amat berat tapi kita harus
serius, untuk dapat pengakuan dari semua pihak, tentu kerja keras dari kita
semua itu dibutuhkan,” kata Sekjen DPP PJS, bung Taswin.
Serius dan keseriusan, begitu yang ada dalam benakku. Aku berusaha
menyimak setiap kalimat yang diucapkan Bung Taswin, bahkan saat dia berkata
sudah ada 28 provinsi sebagai keterwakilan PJS, aku mencoba untuk menanya
berapa syarat minimal mendirikan organisasi wartawan.
“13 Provinsi sudah cukup, makanya benyak yang cukup ngejar
itu,” jawanya.
Kwalitas wartawan yang ada memang masih banyak yang belum
mau memahami itu. Sehingga menurutnya, hadirnya PJS ini ingin mengajak para
penulis berita untuk bisa meningkatkan kwalitas bukan hanya kwantitas berita.
Banyak hal yang aku telaah pagi hingga malam itu di Gedung dewan
pers, ada kalimat yang mengusikku, saat anggota Dewan Pers, Masno Wikan menjelaskan
bahwa saat ini pers sedang tidak baik-baik saja. Maknanya cukup dalam, karena
banyak berita yang hanya mengetengahkan kepentingan atau setingan, tanpa
keseimbangan.
“Banyak Berita Hoak,” begitu kata dia singkat, seraya mengatakan, tanpa kwalitas tulisan, pembaca akan meninggalkanya.
Oh, aku Kembali memutar otakku, dan teringat Bahasa bung
Taswin, menyangkut kata “Kwalitas”. Mungkin disinilah letaknya. Bukan hanya
sekedar embel-embel belaka tentang sebuah profesi.
Saat menggebu-gebunya lontaran kalimat Ketum PJS, Bung
Marhaba dengan Bahasa yang kuingat, “Jangan Mendua”, aku mulai berfikir, sambil
menahan mataku yang sedikit kantuk, akibat perjalan jauhku. Mungkin Bahasa itu
bisa ibarat main dua kaki, manusia dengan profesinya yang gontai menentukan
sebuah kemantapan hati.
“Kalau mau disini (PJS), mundur dari tempat lain,” begitu
yang kuingat samar, dan dalam hatiku aku hanya bergumam, berarti seius Bung
Marhaba ini membawa organisasi ini. Bukan hanya sekedar yang penting ada,
karena perlu pengakuan semua orang untuk menjadi besar.
Untuk menghilangkan kantukku, aku keluar dari ruang ber AC
itu, dan mulai kucabut rokok filterku satu batang, lalu ku nyalakan dan kuhisap
penuh kenikmati, seraya kucari tempat duduk dipinggir teras sudut Gedung Dewan
Pers.
Mataku yang mulai terbelalak tepat melihat sebuah logo dan
tulisan diwabahnya “Dewan Pers”, sebuah Lembaga yang selama ini menjadi
pengawas jalannya pers yang ada di Indonesia, bahkan jelas sekali dalam aturan,
mereka independent. Tentu ini menjadi sebuah pengharapan bagi semua jurnalis,
agar tidak ada anak tiri dan anak kandung.
Jangan pula dimanfaatkan oleh sekelompok saja, bahkan untuk
menjalin Kerjasama dengan pemerintah daerah kerap kali ada hal yang menjadi
momok bagi perusahaan pers. “Verifikasi”, kendati kemudian pernah kubaca sudah
ada kalimat yang menyatakan “Tanpa atau belum veriikasi tidaklah menjadi
penghalang bagi perusahaan pers untuk bekerjasama dengan Pemda”.
Aku belum tahu, apakah para pemangku jabatan itu membaca itu,
atau tidak. Padahal untuk membatasi adanya media yang hanya sekedar, bisa saja
diutamakan “Kwalitas” tulisan. Seperti ucapan Bung Taswin.
Yang jelas sambil menikmati hisapan rokokku, seorang kawan
ngajakku makan, lalu ngopi pait. Dengan harapan besar PJS maju denga nisi wartawan
yang berkwalitas bukan hanya sekedar kwantitas. ***