“Nah kalau dia dapat siltap, tidak boleh lagi dapat bansos
lah. Alas an apapun itu, kalau katanya yang dapat istrinya, kan istri itu masuk
dalam KK. Kecuali mereka sudah cerai,” celoteh seorang sahabat disebuah warung
klontongan Desa Argomulyo, Banjit Waykanan, sambil ngopi pait.
Awalnya aku yang nanya, karena sahabat ini mulai menjelaskan
Panjang kali lebar, aku berusaha untuk menyimak, karena ternyata di sebuah
kampung banyak istri perangkat desa atau kampung yang masih aktif menerima bantuan
sosial. Padahal suaminya dapat penghasilan tetap alias siltap.
“Wah kalau sampai masuk pemeriksaan, apa harus mengembalikan
ya dana yang selama ini di makanya. Jangankan bansos, uang pajak aja
dimakan,” timpal seorang kawan, sambil menghisap rokok filternya, terlihat
nikmat saat asap masuk melalui hidung, seperti nikmatnya penikmat uang negera yang
dobel, dapat siltap dapat bansos, bahkan dulu dapat raskin.
Kata sahabat melalui kawannya kawan, banyak perangkat
kampung yang istrinya terima bansos, bahkan saking kemaruknya, yang terima bansos
80% masih saudara perangkat kampung.
“Kalau ada yang melaporkan ini bisa pidana. Warga biasa aja
tidak boleh terima bansos dobel, nah perangkat desa itu kan dapat Siltap, masa
iya dapat bansos juga, itu sama dengan dobel juga, karena sama-sama uang negara.
Jangan alasan yang dapat bansos istrinya, jelaskan disitu KPM, keluarga penerima
manfaat, jadi kalau keluarga yang semua masuk, dari suami, istri dan anak yang
ada dalam KK,” sergah sahabat, seraya tertawa lebar.
mengutip Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin dan Peraturan Menteri Sosial Republik IndonesiaNomor 20
Tahun 2019, Tentang Penyaluran Bantuan Pangan Non tunai merupakan regulasi
eksekutor sebagai dari turunan aturan
sistem pengelolaan keuangan baik keuangan negara maupun keuangan daerah
dengan asasnya yang begitu lengkap,
sehingga regulasi ini pun sama akan bicara efektif, ekonomis,
efisien, kepatutan dan lain sebagainya.
Pada Pasal 42 menyebutkan setiap orang yang memalsukan data
verifikasi dan validasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3),
dipidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,-
“Ah ga usah ngomong undang-undang, ngeri aku. Peraturan
itukan hanya dilihat mereka yang tahu, sedangkan kondisi dilapangan sangat
berbeda. Dari PKH dan bansos lainnya dinikmati bertahun-tahun oleh perangkat
desa, dari Sekdes sampai kepala dusun. Bahkan ada kartu PKH yang dipegang
perangkat kampung, karena pemiliknya entah kemana, dan ini terus dicairkan,
adem kan,” ujar kawan, sambil ngengkol motornya dan ngeloyor minggat entah
kemana.
Karena dah mulai bubar, aku juga pamit pulang, toh udah
dapat utangan rokok di Warung itu. Lagi krisis, yang jelas tidak dapat bansos
untuk sekedar beli rokok. ***