aku didepan Kantor Dinas Tanaman Pangan dan hortikultura (TPH). Aku yang
mendengar celoteh kawan itu hanya tersenyum, dan terbesit dalam pikiranku
tentang cerita seorang sahabat, tentang sebuah pengaduan, yang hingga kini tak
jelas jluntrungannya.
berbau pejabat, coba kalau anak akar pasti udah dari kemarin-kemarin tebui,”
ujar kawan yang sejak tadi hanya diam dan terlihat menikmati hisapan rokok
putihnya.
itu tentang penyimpangan, bahkan kerjaan fiktif dan ratusan juta yang di tilep.
Kata sahabatku semua itu terkait program penanaman singkong alias ubi atau kikim
(Bahasa adikku ketika inbox padaku). Dari programnya ada istilah perluasan area
tanam. Ternyata dengan adanya bahasa itu bisa dibuat alibi manis oleh tuan
dinas. Sehingga bantuanya melebar ke kabupaten lain, bahkan provinsi lain. “Jadinya
wilayahnya kan luas, ya wajar kalau sampai OKU,” kata kawan, padahal yang meluas
ketika itu berbentuk bantuan jagung.
diseputran dinas TPH. Aku yang mendengar itu hanya bisa tertawa lebar. Lalu
duitnya kemana, ah, tentunya masuk kantong-kantong pejabat berwenang. Kawanpun
mengakui, kehebatan tuan dinas, yang kata sahabatku kepala dinas TPH. Akau sendiri
masih ragu, apa arti TPH itu, mungkin saja tempat penyimpanan harta. Makanya dari
bantuan apapun bisa disimpan, tidak perlu dibagikan, dari alat-alat pertanian
hingga bibit.
sudah dilaporkan ke penegak hukum, tapi tindak lanjutnya masih ngambang. Mungkin
menunggu lupa si pengadu, atau meng ATM kan yang diadukan. Hah… itu dugaan
saja, aku ngeri kalau dikatakan menuduh.
kesana-kemari didepan kantor dinas TPH itu, sampai aku lupa bertanya yang hebat
bener itu KADIS TPH mana. Dengan spontan rekan disampingku menjawab, itu Way
Kanan kalau Provinsinya Lampung.
hanya manggut-manggut saja, dan berfikir untuk segera menyingkir, karena takut
dituduh menuduh, kepada penegak hukum.
Hanya saja aku yakin, ini
sedang dalam proses, mesalah prosesnya sampai kapan dan sampai kemana, ya aku
hanya pinjam istilah kawanku, ketika ditanya jawabnya begitulah. Lalu aku
berlalu dan pulang. ****