Wakil Rakyat, Lupa Bersuara “Melupakan” Pemberi Suara

Wakil Rakyat, Lupa Bersuara “Melupakan” Pemberi Suara
“Nah sudah dilantik dan dukukuhkan para wakil rakyat itu” celoteh seorang
kawan, disebuah warung pinggir jalan lintas, sambil menikmati pisang goreng
anget karya Yuk Jem.
Rupanya bahasa itu langsung mendapat timpal dari kawan yang duduk
disebelahku. “Ntah nanti masih nebar senyum, atau lewat aja sambil ngebut bawa
mobil mewahnya, dan tutup semua kaca”.
Aku sontak tertawa lebar mendengar timpalan dari kawan itu. Mengapa harus
dibayangkan nanti, biarkan semua berjalan. Toh itu manusiawi, apalagi bagi
mereka yang dapat suara memang dari menabur duit.
“Kalau kemarin nyalon habis ekian milyar, ya mungkin sibuk bagaimana
ngembaliin tu duit. Jadi jangan harenlah kalau lupa untuk tegur sapa lagi.
Emang kita siapa,” kata kawan sambil menghisap sigaretnya.
Kataku pada kawanku itu, berfikir positif aja, mereka punya kesempatan,
mungkin juga garis tangan. Saat situasi tak mampu dimanfaatkan maka kelak akan
seperti kepulan asap yang hilang dibawa angin, dan tak mungkin kembali.
Yang jelas, jangan lupa bersuara atau melupakan penyumbang suara.
“Sudah seharusnya orang hebat membawa suara rakyat. Tapi aku merasa tidak
terwakili oleh wakil rakyat,” ujar kawan.
“Hah, jika semua diwakilkan, kita makan apa. Kalau makan enak juga
diwakilkan, jadi rakyat tinggal nunggu cerita,” sergak kawan.
Kubiarkan mereka panjang lebar bercerita tentang wakil rakyat yang baru
dilantik. Tapi, aku hanya bisa ucapkan selamat bertugas semoga amanah. Dan mereka,
kita, kami, menunggu suaramu. ***

Tinggalkan Balasan

error: Berita Milik GNM Group