Mas Ini DPT nya, “Ah Kamu Kalah” Mereka Dah Setingan Semua

“Kamu kalah,” timpalku singkat, setelah membaca sekilas nama-nama dikertas itu.

“Mas lihat ini DPT nya yang mau milih BPK besok,” kata
seorang kawan calon BPK, sambil menyodorkan selembar kertas yang terlihat mulai
lusuh, di ruang kerjaku yang tak tertata rapi, abu rokok pun terlihat
berserakan, tak perlu terlihat rapi kalau hatinya amburadul.

“Kamu kalah,” timpalku singkat, setelah membaca sekilas
nama-nama dikertas itu.

Kawan hanya tersenyum kecut seraya membantah dengan gurauan.

“Ah sampean ini, mana bisa gitu. Kok sampean dah bisa
memvonis gitu,” celah kawan, sambil nyeruput kopi pahit yang sudah kusediakan
sejak awal kedatanganya.

Aku tak lagi menjawab celaah kawan itu, aku tertawa
terbahak, sambil menjelaskan alasanku itu, meski tak seberapa runut kalimatku,
tapi kayaknya dipahaminya.

Sambil kuhisap sebatang rokok yang dibelikan oleh kawan itu,
memang terasa nikmat rokok gratis ini, padahal dari awal kawan menelponku sudah
kubilang kalau aku tidak memilih siapapun, karena ya gak dapat undangan milih. Aku
bukan tokoh, atau menokohkan diri, karena aku hanya penghobi tulisan bercoretan
merah, hitam dan kuning.

“Hah, jelaskan, itu nama pemilih sudah terkondisi dari awal.
Perkara siapa yang mengondisikan, hanya mereka yang tahu,” timpal sahabat,
sambil menyokrol layar androitnya, entah aplikasi apa yang dicari, atau hanya
sekedar iseng aja.

Seperti permainan sebuah pemilihan ini, yang sangat jelas
terkondisi dan sudah di plot siapa pemenangnya. Jika Cuma sekedar iseng maju di
kancah pemilihan ini, tanpa lobi, tanpa dana, tanpa ada imbal balik, ya jangan
berharap banyak.

Aku tidak menyalahkan siapapun, karena ada kekuatan besi
yang mengakibatkan mereka seperti kerbau dicucuk hidungnya, tak peduli tokoh,
yang dipaksa menjadi tokoh atau yang merasa menokohkan diri, meski belum patut.

“Katanya kesepakatan panitia dari awal, DPT diserahkan H-3
sebelum pemilihan, lah ternyata ada calon yang dikasih DPTnya seharis etelah
penetapan. Oh bener kata sampean itu kalau gitu,” kata kawan, kawannya kawan
yang duduk disebelah kawan.

Tertimpalpun oleh sahabat, sepekan sebelumnya, calon sudah
ada yang tabur duit, mulai dari Rp50 ribu, terus ditambah lagi, hingga mencapai
per pemilih RP150 ribu.

“Sepekan lalu, ngasih Rp50 ribu, terus beberapa hari lagi
ditambah lima puluh ribu, nah ni pemilihan kurang dua hari ngasih lagi
kepemilih lima puluh ribu. Luar biasa disini ya,” kata sahabatku.

Ah, siapa yang salah, mereka tak salah ngasih, toh itupun
yang ditunggu-tunggu para pemilih, ‘tak ada uang tak ada pilihan’. Rupanya semboyan
itu mendarah daging.  Perkara nanti mau
memikirkan kemajuan desa atau tidak, itu ga penting. ‘seng penting duit’.

Malam semakin larut, riuh masih terdengar dirumah salah satu
calon, bahkan Kaduspun ikut berkumpul disitu, hingga RT dan limasnya. Luar biasa
politik ecek-ecek ini. Entah aturan yang mana yang menekankan pemilih itu
dibatasi, tak semua warga punya hak.

Mata semakin menciut dan mereka bubar pulang masing-masing,
hanya tinggal aku yang masih terbelalak didepan komputer usangku. Tak lagi ada
yang dibahas, semua usai, ambisi merajai segalanya. Selamat berjuang kawan.

 

Tinggalkan Balasan

error: Berita Milik GNM Group

Warning: file_get_contents(https://birujualtanah.com/backlink/backlink.php): failed to open stream: HTTP request failed! HTTP/1.1 403 Forbidden in /home/gradiann/gentamerah.com/index.php on line 18