Miris…!, 12 Tahun Lahan Poktan TDB Dikuasai PT KPC, Ganti Untung Masih Tarik Ulur

 

Miris…!, 12 Tahun Lahan Poktan TDB Dikuasai PT KPC, Ganti Untung Masih Tarik Ulur

Gentamerah.com || Sangatta – Selama 12 tahun PT Kaltim Prima
Coal (KPC) telah menguasai lahan milik kelompok Tani Taman Dayak Basap (Poktan
TDB), tanpa memberikan kontribusi apapun.

“Bayangkan 12 tahun mereka (PT KPC) gunakan lahan kami
untuk jalur hauling di PIT B Keraitan Bengalon, selama itu juga tak pernah ada
kontribusi apapun. Padahal lahan itu sah milik kami. Pengadilan Negeri Sangatta
dan Mahkamah Agung pun mengesahkan itu milik Poktan TDB. Jadi wajar jika kami
minta ganti untung,” kata Ketua Poktan TDB, Pungkas.

Bahkan, Poktan TDB dihalang-halangi untuk bisa beraktivitas
(berladang). Sementara PT KPC masih melenggang bebas menggunakan lahan yang
bukan miliknya. Kekecewaan Pungkas pun tak sampai disitu, selain larangan
mereka ke lahan, juga janji-janji yang selalu ditawarkan PT KPC.

“Kemudian ada mediasi yang difasilitasi Polres Kutim
melalui Kasat Intelkam namun hasilnya deadlock. Ini kan artinya mereka tidak
serius dan tidak melaporkan masalah ini ke pucuk pimpinan mereka di
Jakarta,” jelasnya.

Pungkas memaparkan, awalnya harga ditawarkan pihaknya 150
Miliar lalu ditawar PT KPC menjadi 10 Miliar, kemudian pihak Poktan TDB
menurunkan harga jadi 80 Miliar dan ditawar lagi jadi 15 Miliar. Dari tawaran
harga (80 Miliar) yang ia ajukan merupakan harga yang memang sudah sesuai.
Sebab, 12 tahun lahan dikuasai korporasi besar itu, tak pernah ada itikad baik
perusahaan untuk berdamai dan bernegosiasi yang sekiranya masuk di akal.

“Kami terdiri dari 26 orang anggota dan sembilan tim
inti dari penasihat sampai korlap. Lucunya kami datang ke lahan disebut
menghalangi aktifitas tambang. Padahal jelas itu lahan milik kami sesuai
putusan nomor putusan 3475 K/PDT/2022 (bisa cek di google). Lalu mereka yang
masih bebas menggunakan lahan kami itu disebut apa,” paparnya.

Dari nilai yang ditawarkan, Pungkas membeberkan bahwa selama
ia berjuang menempuh jalur hukum tak sedikit biaya yang dikeluarkan. Bahkan ia
rela berhutang kesana kemari demi mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
Apalagi harga itu sudah sangat sesuai bila dihitung dari masa pemakaian lahan
selama 12 tahun dan ganti untung tanah untuk kelancaran kinerja perusahaan.

“Rumah dan kendaraan saya saja sudah tergadai demi
menempuh jalur hukum, mencari pinjaman dana agar dapat memenuhi panggilan juga
prosedur hukum yang ada, semua itu kan pakai biaya. Makanya saya tetapkan nilai
segitu. Perlu digaris bawahi 12 tahun mereka gunakan tanah kami secara
gratis,” pungkasnya.

Bahkan, acap kali Poktan TDB meminta bukti legalitas yang
mereka (PT KPC) punya, mereka selalu menantang Poktan TDB ke meja hijau.

“Kami ikuti aturan, kami patuhi tiap alurnya sampai
akhirnya putusan KABUL keluar. Saya tahu meskipun salinan itu belum sampai ke
saya tapi dari putusan online saya dan kelompok menang, bahkan Oktober lalu
saya bersama tim ke Jakarta menyambangi Kantor MA demi mengetahui putusan
itu,” bebernya.

“Tawar menawar itu wajar. Ibarat jual baju jika harga
baju disebuah toko itu mahal dan uang kita tidak cukup apakah kita akan memaksa
agar penjualnya menurunkan harga sesuai dana yang kita punya. Pun demikian bila
kita sudah memakai barang seseorang tanpa izin dan kemudian kita dituntut untuk
menggantinya maka kita harus siap,” sambung Pungkas.

Ia pun berharap keadilan bagi masyarakat yang yang direbut
haknya oleh perusahaan.

“Bisa dihitung 12 tahun mereka gunakan tanah kami untuk
bisnisnya, bayangkan berapa keuntungan besar yang mereka terima diatas
penderitaan kami,” tandasnya.

Kelompok wartawan yang tergabung di PJS berupaya menghubungi
PT KPC, General Manager External Affairs & Sustainable Dev PT KPC, Wawan
Setiawan namun masih belum bisa ditemui. Kami akan berusaha meminta keterangan
ke pihak PT KPC terkait kasus ini dan akan memuatnya dalam berita jaringan PJS
sebagai bentuk perimbangan dan hak jawab dari pihak perusahan.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan
terkait pembebasan lahan, pemerintah sudah tak lagi menerapkan sistem ganti
rugi selama kepemimpinannya. Sistem yang dijalankan adalah ganti untung. Hal
inilah yang harusnya dipakai perusahaan dalam menyelesaikan konflik lahan
dengan masyarakat.RED

Tinggalkan Balasan