Kepedihan Petani Sawah di Mesuji, Jalan Hancur & Harga Anjlok

 

Kepedihan Petani Sawah di Mesuji, Jalan Hancur & Harga Anjlok

Laporan : Andi Sunarya

Gentamerah.com || Mesuji –  Sudah menjadi tradisi harga gabah selalu turun
saat musim panen tiba, dan petani tidak bisa berbuat banyak dengan ketentuan
harga yang disuguhkan oleh para pembeli.

Kendati situasi itu membuat kebanyakan petani harus menelan
pil pahit karena harus  merelakan hasil
panennya hanya dibeli dengan kisaran harga Rp3.500/kg  untuk padi bulat dan Rp 3.700/kg untuk padi Panjang.

Padahal sebelumnya, harga padi atau gabah panen basah berada
dikisaran angka Rp.4.500- Rp.4.700 perkilogram nya. Namun ketika memasuki musim
panen raya, harga tersebut terjun bebas hingga membuat para petani harus gigit
jari.

Seperti dikatakan Kepala Desa Sungai Buaya (SBY), Kecamatan
Rawa Jitu Utara (RJU) Kabupaten Mesuji M.Alia Muis saat dihubungi melaui pesan
WhatsAppnya, Sabtu (02/04).

“Ya, saat ini petani di Desa kami mulai panen raya
padi,  tapi mereka mengeluh karena harga
gabah turun menjadi Rp.3.700-Rp.3.500/Kg. Padahal sebelumnya harga gabah
mencapai Rp.4.500-4.700,” jelas pria yang akrab disapa Muis ini.

Dikatakannya, saat ini ratusan hektar sawah milik petani di
desanya mulai panen dan rata-rata perhektar itu bisa menghasilkan 6 sampai 7
ton gabah basah panen. Namun moment panen raya ini tidak membuat para petani
disini bahagia, karena tidak didukung dengan kestabilan harga gabah yang selalu
turun setiap kali musim panen raya.

Menurut Yadi tokoh pemuda dari desa  Panggung Jaya, Kecamatan RJU kalau harga itu
yang punya pembeli, jadi saat musim panen raya barang berlimpah dan pembeli
yang memberikan harga. Akhirnya, petani hanya bisa pasrah dengan keadaan.

“Saat barang banyak para tengkulak ini yang berperan
mainkan harga, jadi mau tidak mau petani terpaksa ikut harga dari mereka,.
Situasi ini diperparah dengan akses jalan yang rusak parah sehingga petani
masih harus dibebani dengan ongkos angkut hasil panen supaya sampai ke
pembeli,”terangnya.

Dia mengatakan kelemahan para petani di RJU tidak mempunyai
lantai jemur karena daerahnya merupakan daerah lahan gambut, begitu di panen
langsung  masuk karung dan langsung di
timbang oleh para pembeli dan dibayar ditempat. “Itu yang terjadi disini,
kalau saja petani rata-rata bisa punya lantai jemur dan bisa bertahan tidak
menjual gabah basah panen, kemungkinan harga bisa bertahan diatas angka
Rp.4.000,” imbuhnya.

Hal yang sama juga terjadi di Kecamatan Mesuji Timur
(Mestim) Tri salah satu petani yang sempat dihubungi Media ini menjelaskan
kalau harga gabah ditempatnya berkisar diangka Rp.3.700-3.800 ribu
perkilogramnya.

“Harga gabah turun sekarang Rp.3.700 sampai dengan Rp.
3.800, sebelumnya sempat diatas Rp.4.000 lebih dan bagi saya ini sudah biasa
terjadi setiap tahunnya, kalau alasan pembeli karena jalannya rusak dan susah
dilalui, akhirnya mereka harus mengandalkan jasa ojek motor untuk mengangkut
hasil panen dari areal sawah ke jalan besar,”paparnya.

Diketahui ada 3 Kecamatan di Kabupaten Mesuji yang merupakan
penghasil komoditas padi terbesar dan menjadi salah satu penyuplai swasembada
pangan di Provinsi Lampung. Ketiga Kecamatan tersebut Yakni Kecamatan Mesuji,
Mesuji timur, dan Kecamatan RJU, yang jika ditotal luasan lahan persawahan padi
di tiga kecamatan tersebut mencapai puluhan ribu hektar.

Sayangnya, para petani di Bumi Ragab Begawe Caram itu selaku
menjual hasil panen nya dalam bentuk gabah basah. Terlebih, rata-rata pembeli
datang dari luar Mesuji, jika saja saat musim panen petani padi disana menjual
gabah kering giling (GKG) mungkin taraf perekonomian dan kesejahteraan petani
di Mesuji bisa meningkat.

Editor : Nara

Tinggalkan Balasan