Usianya 80 Tahun, Mbah Sriyati Digubuk Reot Berteman Sakit

Usianya 80 Tahun, Mbah Sriyati Digubuk Reot Berteman Sakit

gentamerah.com

Lampung Timur- Sinar matahari menerawang masuk diantara
celah-celah dinding geribik, sesekali riuh rentak suara angin yang menderu acap
menggoyangkan dinding geribik yang usang dan terlihat tak rapi itu. Rumah petak
berukuran sekitar 5 x 4 meter tersebut dihuni wanita renta yang hidup tanpa
sanak keluarga.

Wajahnya tampak lusuh, beberapa kerutan dan tonjolan tulang terlihat
jelas menghias rautnya, menanda usia lanjut yang dimiliki mbah Sriyati. Usianya
yang sudah menginjak delapan puluh tahun harus bergelut dengan sepi dan
kesendirian. Wanita renta yang akrab dipanggil Mbah Japar tersebut bertahan
hidup dengan kondisi yang memprihatinkan.
Siang itu, diberanda tidurnya dengan kasur lusuh dan sedikit
mengeluarkan aroma tak sedap, bertutup kelambu, Sriyati terbaring dengan suhu
badannya yang panas. “Mriang,” begitu sepenggal kata Sriyati yang bertahan
dengan sakitnya tanpa pengobatan.
Rambutnya yang memutih, diikat dengan karet gelang, tetapi
masih terlihat acak-acakan. Beberapa saat kemudian, Sriyati bangun dari
balai-balai tidurnya yang terlihat mulai rapuh. Salah satu ujung penyangga
tempat tidur itu diikat menggunakan selendang kawung.
Wanita renta yang ditinggal pergi suaminya pada medio tahun
1990, mencoba berdiri dan beranjak ke bangku papan yang tidak jauh dari tempat
tidurnya. Mengenakan baju ciri khas jawa corak hijau dengan beberapa lipatan
lusuh dan berkain coklat bermotif kuning, Mbah Japar dengan gontai duduk
dibangku panjang itu, sambil sesekali terdengar dari mulutnya cerita tentang
kehidupannya.
Rumah amat sangat sederhana tanpa lantai semen itu dihuninya
sejak kedatanganya di Dusun 2 Desa Gedungwani Kecamatan Margatiga Kabupaten Lampung
Timur pada tahun 1973 bersama suami yang kini telah meninggalkannya.
Tepat diantara duduknya, sebuah termos berisikan air hangat yang
menjadi hidangan tiap hari bagi wanita itu. Untuk menhilangkan rasa lapar yang
kerap menghias perutnya, Sriyati hanya menunggu uluran belas kasihan dari para
tetangga. “Nek mboten disukani tinggo teparo njih mboten nedi (kalau tidak
dikasih tetangga ya gak makan),” ujar Sriyati terdengar lirih karena menahan
rasa sakit yang telah dideritanya.
Kedua tangan dengan bungkusan kulit keriputnya sesekali
memegang perutnya. Dengan usianya yang udzur tak mampu lagi untuk mencari
nafkah meski hanya untuk sesuap nasi.  “Mboten
gadah duit ajeng berobat (Tidak ada uang untuk berobat,” keluh Sriyati yang
terlihat menteskan air mata.
Tidak ada tempat berkeluh kesah, Sriyati hanya terus mencoba
bertahan hidup kendati sakit itu terus menggerogotinya. Acapkali hanya dengan
segelas air minum hangat untuk menjinakan rasa laparnya.
Seperti warga lain, Sriyati juga berharap pada sisa hidupnya,
sanak keluarga dapat berkunjung. Walau tidak dengan sebuah pemberian, cukup
dengan pengakuan.
“Saya berharap, ada orang yang bisa bantu Mbah Japar, karena
kalau kami, hanya bisa bantu ala kadarnya saja,” ujar Siami, salah seorang warga
setempat, Sabtu (25/03/2017).





Laporan : Erwan (MA)
Sunting : Seno

Tinggalkan Balasan

error: Berita Milik GNM Group