Harga Sayur Mayur di Tanggamus Anjlok Total

Harga Sayur Mayur di Tanggamus Anjlok Total
Foto Ilustrasi



gentamerah.comTanggamus – Petani sayur di Kecamatan
Gisting dan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus,
 
Provinsi Lampung, mengeluhkan anjloknya harga sayuran di pasaran.

Kegembiraan petani sayuran di sentra
sayuran, Kecamatan Gisting dan Sumberejo tersebut  sudah pupus, menyusul harga sayuran ditingkat
petani sekarang terjun bebas.Penurunan harga jual hasil panen hampir terjadi
pada semua komiditi, seperti tomat, rempai, kubis (kol), sawi dan bawang daun.
“Harga hampir semua jenis  sayuran sekarang sangat rendah, jauh berbeda
dengan dua bulan lalu,” ujar Sugeng (40), petani sayur di Pekon Gisting Permai,
Senin (30/1/2017).
Menurut Sugeng, akibat anjloknya
harga komoditas sayuran ini membuat ia dan petani lainnya mengalami kerugian.
“Boro-boro mau untung mas, pulang modal saja tidak. Hasil panennya bagus
tapi  harganya terjun bebas,” kata
dia diamini sejumlah petani lainnya.
Saat ini harga panen tomat di tingkat
petani hanya dibandrol dengan harga Rp 1. 000 per kilogram, padahal sebulan
sebelumnya dihargai Rp5 ribu per kilogram, rempai dari sebelumnya Rp7 ribu per
kilogram saat ini hanya  Rp1.500 per
kilogram.
Begitu juga sayuran jenis kol (kubis)
dan sawi  yang dibayar Rp2 ribu  per kilogram, padahal panen sebelumnya
dihargai Rp7 ribu per kilogr. Dan yang paling parah bawang daun yang hanya
dihargai Rp3 ribu per kilogram padahal biasanya Rp15 ribu per kilogram.
“Semua sayuran sekarang murah
sekarang mas, tetapi mau bagaimana lagi, kalau tidak segera dijual barangnya
akan busuk, dan harganya akan semakin jatuh,” keluhnya.
Para petani ini mengaku heran dengan
turunnya harga sayuran  yang menurut
istilah mereka “terjun bebas” dari biasanya. Sebab, harga tersebut
merupakan harga termurah yang dihadapi petani saat ini.
“Sangat aneh dengan terjun bebasnya
harga sayuran sekarang ini,” celetuk, Mardi, seorang petani yang mengaku
menanam sayuran jenis loncang (bawang daun). “Masa loncang dihargai cuma
tiga ribu sekilonya padahal biasanya Rp15 ribu dan paling murah Rp8 ribu,”
tambahnya.
Anjloknya harga hasil panen sayuran
juga disampaikan oleh Badiono, petani di Pekon Simpang Kanan, Kecamatan
Sumberejo.
“Sekarang ini, menanam
sayur-mayur tidak menguntungkan karena harga anjlok, tapi karena tidak ada
pilihan lain terpaksa masih menanam sayur dengan harapan harga kembali
naik,” ujarnya.
Mbah Diran, petani sayuran di Pekon
Wonoharjo, Kecamatan Sumberejo 
mengatakan, harga sayur-mayur saat ini tidak  seimbang dengan harga berbagai jenis sarana
pertanian, seperti pupuk, racun rumput dan racun hama lainnya yang terus
bergerak naik.
Selain harganya terus merangkak naik
juga barang sarana pertanian sulit didapat petani di daerah setempat. Seperti
pupuk urea subsidi, TSP, KCl dan SP 36 sejak beberapa bulan ini.
Harga pupuk Urea non subsidi Rp
146.000/karung isi 50 kg, KCL Rp 160.000/kg dan SP 36 Rp 170.000/kg isi 50 kg.
Harga ini telah mengalami kenaikan sekitar Rp 20.000/karung dari harga
biasanya.
“Sekarang ini untuk mendapatkan
pupuk urea susah sekali karena stoknya di pedagang pengecer setempat sedang
kosong. Padahal, petani sangat membutuhkan pupuk tersebut untuk memupuk tanaman
sayur yang masih mudah,” ujarnya.
Meski stoknya di pedagang pengecer
masih tersedia, tapi harga mahal dua kali lipat dari biasanya, tapi karena
petani membutuhkan pupuk tersebut, maka meski harga mahal tetap dibeli.
“Kami berharap agar pemerintah
dapat menyiapkan pupuk yang cukup sesuai kebutuhan petani, sehingga harganya
tidak melonjak disaat harga sayur mayur sedang turun, seperti sekarang
ini,” kata dia.
Penulis : Sayuti Rusdi
 Editor : Seno
Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

error: Berita Milik GNM Group