Potongan Ada, Manfaat Ghaib, “Iuran Hantu dari Lampura”

Potongan Ada, Manfaat Ghaib, “Iuran Hantu dari Lampura”
Seno, CEO Genta Net Media (GNM) Group

“Tau nggak, kawan… iuran Korpri itu lebih misterius dari tuyul,” celetuk Kawan sambil meniup kopi panas di warung kecil pinggir jalan, di area yang tak jauh dari rumah dinas Bupati Lampung Utara.

Aku mengangkat alis, sambil menyimak kemana arah orbolan kawan, yang memang sering melantur ini.

“Iya. Setiap bulan ribuan pegawai di Lampung Utara dipotong gajinya. Tapi coba kau cari, uangnya entah ke mana. Hilang kayak asap rokok ini,” kata kawan menlanjutkan ceritanya, sambil ngunyah bakwan panas yang baru diangkat penjualnya.

Seperti panasnya cerita Iuran Korpri, yang berpuluh tahun tanpa kejesalan. Mungkin dianggap sebuah proyek oleh pengurusnya.

“Ada ASN yang sudah tiga puluh tahun kerja, baju Korpri pun masih beli sendiri. Dana duka? Beasiswa? Asuransi? Halah, cuma jadi cerita sebelum tidur,” timpal Kawan yang dari tadi duduk di sebelahku, ikut nimbrung, seraya tertawa hambar.

Selebar permasalahan Lampung Utara yang tidak pernah bisa di rumuskan dan dicuitkan sama apparat penegak hukumnya. Cerita KPU yang bancakan dana Hibah hingga ratusan juta, hilang. Bak ditelan bumi.

Mungkin burung-burung wallet masih setia setorkan air liurnya buat juragan-juragan yang katanya penegak hukum.

Sahabatku yang dari tadi diam menaruh gelas kopi dinginnya keras-keras.

“Lucunya, kalau ditanya, jawabnya: ‘ada di rekening Korpri, ada di BPKA, ada di OPD’. Pokoknya ada. Tapi tak seorang pun bisa tunjuk bukti. Kaya main sulap murahan, potong ada, manfaat ghaib,” jawab sahabat srampangan.

Aku menyandarkan punggung ke kursi reyot. Suara kursinya berdecit-decit, kayak mau roboh. Yah seperti suara ASN yang hanya bisa berdecit, tapi tak terhiraukan.

Seperti suara-suara dari kawan-kawan LSM yang menyerukan kasus-kasus Lampura lewat rekan media berita, semua seperti angin lalu bagi para pemangku jabatan dan hukum.

“Jadi kita ini ASN atau donatur tetap yayasan gaib?,” tanya kawan, yang sebetulnya pertanyaan menyindir.

“Lebih parah, Bro. Kita ini ATM berjalan. Uang keluar tiap bulan, tapi kartunya dipegang orang lain. Bahkan struknya pun nggak pernah kita lihat,” timpal kawan, yang duduk berhadapan denganku. Kabarnya kawan satu ini juga ASN, yang hampir mendekati pansiun.

“Pensiun pun, jangan harap ada ucapan terima kasih. Ada yang cerita keluar kantor seperti ayam diusir dari kandang. Puluhan tahun mengabdi, tapi pergi tanpa salam. Sedih kan?,” kataku, sambil tertawa lebar.

Selebar ungkapan para wakil rakyat  yang selalu berkoar atas nama rakyat.

“Dan yang paling pahit bukan uangnya, tapi rasa dihina. ASN diperas rapi oleh sistem, tapi diperlakukan seolah tak pernah berjasa,” sahabat mengakhiri obrolan dengan lirih.

Aku meneguk kopi yang sudah dingin. Rasanya pahit sekali. Bukan karena gulanya kurang, tapi karena ada sesuatu yang lebih getir dari bubuk kopi, jadi ASN, membayar iuran hantu, lalu pulang hanya membawa rasa kecewa.

Tinggalkan Balasan

error: Berita Milik GNM Group

slot gacor