Lampung Utara – Lembaga Pendidikan Pemantauan dan Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (LP3K-RI) di Kabupaten Lampung Utara Minta penegak Hukum memeriksa KPU setempat, terkait dana Hibah.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung Utara diduga telah menyelewengkan dana hibah Pilkada tahun 2024 yang diduga Permendagri 41 tahun 2020.
“Makanya Aparat Penegak Hukum (APH) dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) segera lakukan Tindakan, karena dananya gak main-main, ada sekitar Rp7 Milyar,” kata Ketua LP3K-RI Mintaria Gunadi, Jum’at (09/05/2025).
Baca Juga : Terkait Dana Hibah Pilkada Rp7M, DPRD Lampura Segara Panggil KPU
Menurutnya, peruntukan dan realisasi dana hibah sebesar Rp7 Milyar pada tahun 2024, KPU dinilai sangat berani melakukan pergeseran dan realisasikan dana tersebut.
“Itukan dana hibah Pilkada kenapa di geser, alasannya untuk pembelian meubelair dan merenovasi kantor KPU setempat,” ujarnya.
Gunadi mengatakan, dana hibah yang dianggarkan tersebut, sudah terealisasi pada tahun anggaran 2024 sebesar Rp 27 Milyar lebih dan di tahun anggaran 2025, KPU kembali menerima aliran dana sebesar Rp. 7 Milyar yang diduga dari Pergeseran dari sisa dana hibah yang dianggarkan Rp. 40 Milyar tersebut.
Dana hibah, kata Gunadi, yang dilakukan pergeseran diduga tak mendapatkan izin dari pemberi hibah yaitu Pemkab Lampura. Sehingga, diindikasi didalam peruntukan dan penggunaan anggaran itu tidak ada asas akuntabilitas, transparansi sehingga menuaikan properti publik.
“Apabila benar itu dana hibah KPU diindikasikan tidak jelas peruntukannya, ada indikasi kemufakatan jahat dalam realisasi penggunaan anggaran, mengarah pada penyimpangan. Maka, saya meminta kepada seluruh Aparat Penegak Hukum ( APH ) dan BPK RI dan pihak-pihak berwenang agar dapat bergerak menelisik indikasi tersebut,” kata dia.
Baca Juga : Dugaan KPU Lampura Selewengkanan Dana Hibah Rp7 M, Suwardi : Payung Hukum Apa?
Dijelaskannya, agar persoalan ini tidak berkembang menjadi opini liar maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, harus memberikan informasi seluas-luasnya kepada publik.
“Ketika ada indikasi yang di sembunyikan di dalam penggunaan anggaran di dana hibah tersebut. Hal ini akan terus menuai properti publik berstigma negatif, mengindikasikan dana hibah sebesar Rp 7 miliar tersebut, diduga jadi bancakan oleh bancakan oknum-oknum di KPU secara berjamaah,” pungkasnya.