Gak Apa-apa Nyuap, “Tentang Wartawan”

“Wartawan kena OTT, emangnya dari mana polisi tahu ada transaksi,  kalau bukan dari yang mau ngasih. Kok ngasih duit kenapa ya, takut, karena ada salah. Kalau benar ya ga perlu takut lah pak Peratin, terus lapor polisi,” celoteh kawanku, di Warung soto mak Jum tak jauh dari Polres Pesisir Barat.

Sambil ngunyah soto, aku hanya manggut-manggut. Karena arahnya aku sedikit paham, tentang OTT wartawan.

Pedas sekali rasa soto ini, seperti pedasnya rasa hati ketiga pewarta yang katanya ditangkap polisi. Hatinya seperti teriris, ada pengkhianatan dari orang yang diduga bermasalah.

“Mereka itu juga makan uang negara, lah kalau dikerjakan secara benar, ngapa harus nyogok. Tinggal tantang aja wartawanya suruh beritain. Gitu kok repot,” kata kawan, sambil nyeruput es teh manis, karena kepedasan, akibat makan gorengan sambil lalap cabai.

Kirain air es bisa menghilangkan rasa pedas dimulut, padahal salah, air angat baru bisa menghilangkan rasa pedas dimulut.

Kayak kasus ini, dikira duit udah mendinginkan masalah, salah…!, malah jadi masalah baru, coba kalau dibuat panas aja sekalian.

“Kawan itu, ngopi kurang kental, makanya ga lihat suasana. Jadi kasus mereka itu apa ya, kok sampai berani nyogok Rp20 jutaan. Dan baru dikeluarkan dari pelastik, belum diterima, kawan sudah ditangkap,” ujar
sahabatku, yang baru datang, pesan kopi pait, lalu duduk dan tangan kananya menggayuh tahu bunting, berisi cambah, kol dan irisan cabai.

Isi tahunya bermacam-macam rupanya, sahabatku kira ga ada cabainya, padahal ditangan kirinya sudah mememgang cabai, terlihat sudah matang, memerah, lalu krep… dikunyah bareng tahunya, soptan mulutnya monyong kepedasan.

Itulah kalau kemaruk, ga dilihat dulu sudah ada cabainya, akhinya kepadasan. Sama seperti mereka yang asal makan saja, ga dilihat dari segi manfaatnya, asal telan. Setelah terkuak, bingung dia, minta bantuan apparat, yang dilaporin senang, karena bersangkutan dengan wartawan. Yang ngasih ga ditangkap ya, padahal kalau menurut Dr. Harkristuti Harkrisnowo, SH, ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia menyatakan,  penyuap tidak bisa bebas begitu saja. Seharusnya penyuap dan yang disuap, sama-sama dikenai hukuman. “Kalau tidak ada hukuman, nanti semua orang akan menyuap,” katanya.

Tapi disini mungkin beda, yang dikedepankan pemerasan, padahal tidak menggunakan kekerasan. Ga mau ya ga apa-apa, tapi para pertain itu
mau, terus lapor polisi, ntah lah aku ga paham, yang aku tahu cabai itu pedas. ***

error: Berita Milik GNM Group
Exit mobile version