Jakarta – Terlibat Pengadar Uang Palsu, Kades di Ngawi dan 2 Stafnya Dicokok Polisi. Polisi mengamankan lima orang sindikat pengedar uang palsu lintas provinsi. Dua di antaranya merupakan kepala desa aktif.
Kelimanya, DM (42), berstatus kepala desa aktif di Sine, Ngawi, ES (55), kepala desa aktif di Ngrambe, Ngawi, AS (41) Warga Sragen, AP (38) warga Kuningan, Jawa Barat dan TAS (47) warga Lampung Selatan.
“Kelima orang tersangka kini ditahan di Mapolres Ngawi. Dua orang di antaranya adalah kepala desa, yakni DM dan ES,” ujar Kepala Polres Ngawi, AKBP Charles Pandapotan Tampubolon saat merilis pengungkapan kasus uang palsu tersebut di Mapolres Ngawi, dilansir Antara, Jumat (30/5/2025).
Charles mengatakan, kasus tersebut terungkap dari keresahan warga terkait peredaran uang palsu di wilayah Kecamatan Ngrambe dan Sine. Warga pun melaporkan hal tersebut ke Polres Ngawi.
Dari penyelidikan yang dilakukan polres setempat, polisi menemukan jejak peredaran uang palsu di empat kabupaten, yakni Ngawi, Magetan, Madiun (ketiganya Jatim), dan Sragen, Jawa Tengah.
Edar di Toko-toko
Para pelaku mengedarkan uang palsu di toko kelontong, toko swalayan, warung, agen Brilink, hingga stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Transaksi dilakukan menggunakan rupiah palsu pecahan besar untuk mendapatkan uang asli.
Setelah dilakukan penggeledahan, polisi menemukan uang palsu dalam berbagai mata uang, termasuk real Brasil dan dolar Amerika Serikat.
Barang bukti yang disita, di antaranya 5.040 lembar uang rupiah palsu pecahan Rp100.000, 1.000 lembar real Brasil palsu pecahan 5.000, 91 lembar dolar AS palsu pecahan 50 dolar, dan puluhan alat bantu, seperti mesin hitung, pemotong, LED, penggaris, dan mikroskop mini.
Uang palsu itu didapat dari tersangka AP dan TAS dengan skema satu banding tiga. Uang palsu itu diperoleh dan dikendalikan oleh “Mr X” yang saat ini masih diburu polisi.
“Kami duga ada aktor intelektual yang menjanjikan keuntungan cepat kepada para pelaku. Ini sedang kami dalami,” kata Kapolres.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 36, 37, dan 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta Pasal 245 KUHP jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.