Batin Mangunang, Pejuang Kotaagung “Terlupakan”

Batin Mangunang, Pejuang Kotaagung “Terlupakan”
Dalam sebuah obrolan
ringan di sela-sela pelaksanaan upacara memperingati Hari Ulang Tahun (HUT)
Kabupaten Tanggamus ke-20 di lapangan Merdeka Kotaagung, Kabupaten Tanggamus,
Provinsi Lampung, Selasa (21/3/2017).
 
Sejumlah warga tengah terlibat diskusi ringan. Obrolannya seputar
perayaan hari ulang tahun Kabupaten Tanggamus yang tahun ini genap 20 tahun.
Obrolan itu terus
bergulir dan semakin seru dan menarik, ada argumen yang dilontarkan, ada
gelengan kepala dan itu membuat sejumlah warga lainnya termasuk gentamerah.com
,  ikut tertarik ingin mengetahui tema
obrolan tersebut.

Ternyata obrolan itu
seputar pahlawan pejuang Kemerdekaan di tanah Bumi Begawi Jejama yang
terlupakan dan tidak dikenal oleh warga Tanggamus, dia adalah Batin Mangunang
dan Dalom Mangkunegara.

Batin Mangunang dan dan
anaknya, Dalom Mangkunegara adalah sepasang nama yang nyaris dilupakan bahkan
tidak dikenal oleh sebagian besar warga Tanggamus. “Nama Batin Mangunang
dalam beberapa hari terakhir sangat populer di media sosial dan banyak dibahas.
Beliau ternyata pejuang yang gigih dari Teluk Semaka Kotaagung,”  ujar Ridwan, salah seorang diantara mereka.

Tetapi yang membuat
Ridwan bingung, mengapa nama Batin Mangunang tidak pernah disebut dalam
pembicaraan resmi bahkan tidak dikenal. “Dari media sosial yang mengunggah
kisah Batin Mangunang saya baru tahu kalau beliau layak jadi pahlawan
nasional,” katanya.

Alasannya kata Ridwan,
selain berjuang menentang VOC di wilayah Kotaagung, Batin Mangunang juga ikut
membantu perjuangan Raden Intan I dan Raden Imba II di Kalianda. “Kita
sama maklum kalau Raden Intan sudah diberi gelar pahlawan nasional,” kata
dia.

“Harap diingat,
Batin Mangunang telah diberi gelar pahlawan oleh Pemprov Lampung pada
peringatan Hari Pahlawan 10 November 2015 lalu. Dan diterima langsung oleh
keturunannya,  Ir. Lukmansjah Chalil
gelar Pangeran Makmur Mangku Negara 1,” celetuk Iwan, warga Pekon
Kotaagung, Kecamatan Kotaagung.

Mendengar ucapan Iwan,
sejumlah warga dengan semangat melontarkan pertanyaan yang hampir sama.
“Kalau beliau pejuang dan ikut terlibat dalam perjuanganb Raden Intan,
kenapa gelar yang diterima Batin Mangunang bukan pahlawan nasional seperti
Raden Intan”.

“Mungkin Pemkab
Tanggamus belum mengajukan Batin Mangunang sebagai pahlawan nasional ke
pemerintah pusat,” celetuk warga lainnya.

Diskusi hari semakin
seru. Kendati warga mengaku tidak banyak tahu tentang sosok-sosok pahlawan dari
Bumi Begawi Jejama yang berjuang merebut maupun mempertahankan kemerdekaan
republik ini, tapi mereka sama-sama sepakat tentang satu fakta yaitu pasti
dahulu kala, ada puluhan, ratusan, dan bahkan ribuan nama yang menolak gentar,
ikut melawan, berdarah-darah mempertahankan, agar Indonesia bisa benar-benar
merdeka.

“Ternyata Nama Batin
Mangunang sudah dijadikan nama jalan di Segala Mider Bandar Lampung. Dan dalam
waktu dekat Batin Mangunang juga akan jadi nama Rumah Sakit Tanggamus,”
kata Iwan sambil menyodorkan hp Android nya dalam pencariaan google.

Sejarah Singkat
Perjuangan Batin Mangunang Batin Mangunang, Nama lengkapnya adalah Raja Kiang
Negara. Beliau berputera Raja Dipati, dan Raja Dipati berputera Raja Mangku
Negara.

Di waktu kecil Batin.
Mangunang bernama Sabit, dan gelarnya ketika menjadi kepala marga adalah Dalom
Urak Belang, karena pada lehernya. terdapat belang.

Ketika Belanda mulai
menanamkan kekuasaannya di Teluk Semaka Kotaagung (Tanggamus). Sikap
marga-marga yang ada disana bermacam- macam. Ada yang mendukung perjuangan
Batin Mangunang, ada yang bersikap masa bodoh tetapi ada juga yang justru
menentang atau membantu Belanda.

Yang jelas ialah adanya
kerjasama antara  perlawanan Batin
Mangunang di Teluk Semangka, dengan perlawanan Raden Intan II di Kalianda
(Lampung Selatan). Kerjasama itu dilandasi atas beberapa faktor, yaitu adanya
faktor persamaan agama juga adanya persamaan pengakuan terhadap legalitas
Sultan Banten di daerah mereka.

Lebih dari kedua faktor
itu, yang lebih mendasar adalah adanya niat untuk

mendapat kebebasan di
tanah air sendiri.

Mereka bahu membahu di
dalam usahanya mengusir Belanda dari tanah air.

Perjuangan menentang
Kolonialisme Belanda di daerah tersebut dipimpin oleh Batin Mangunang. Sebelum
timbulnya perjuangan menentang kolonialisme Belanda di Kotaagung yang dilakukan
oleh Batin Mangunang dan para pengikutnya di Kotaagung.

Kala itu Kotaaagung
merupakan salah satu daerah singgah armada VOC dalam rangka ekspedisi
pertamanya di Lampung. Selain itu juga daerah Kotaagung merupakan daerah yang
sangat potensial dan strategis sehingga Belanda sangat tertarik untuk menguasai
daerah tersebut, yaitu menguasai perdagangan dan kehidupan ekonominya.

Upaya mencegah maksud
Kolonialisme Belanda tersebut telah memunculkan sebuah perjuangan di Kotaagung.
Perjuangan menentang kolonialisme Belanda yang dilakukan Batin Mangunang
beserta pengikutnya di Kotaagung didasari oleh beberapa hal antara lain: rakyat
Kotaagung ingin hidup merdeka dan tidak mau menjadi jajahan  Bangsa Belanda, rakyat Kotaagung sangat
memegang teguh agama Islam, solidoritas yang tinggi dari orang-orang Kotaagung
terhadap saudaranya di Kalianda maupun daerah-daerah lainnya di Lampung yang
berusaha untuk mengusir Kolonialisme Belanda.

Dan adanya tindakan
kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh seorang pati pengganti Assisten Residen
Kruesmen yang melakukan penangkapan terhadap penduduk Kotaagung.

Dalam usaha untuk
menunjang keberhasilan dalam melakukan perlawanan Batin Mangunang tidak hanya mengandalkan
pada senjata dan para prajuritnya, tetapi juga berusaha mengadakan kerjasama
kepada berbagai pihak.

Pihak-pihak yang diajak
bekerjasama melawan kolonialisme Belanda antara lain, Radin Intan I dan Radin
Imba II di Kalianda, orang-orang Inggris di Bengkulu, orang-orang di Kotaagung
dan kepala-kepala adat yang bersimpati pada perjuangannya serta orang-orang
Bugis yang bermukim di sekitar Kotaagung.

Kerjasama yang dilakukan
Batin Mangunang dengan Radin Intan I dan Radin Imba II di Kalianda berawal dari
perlawanan yang dilakukan Radin Intan I terhadap kolonialisme Belanda.

Pertempuran pertama yang
terjadi antara pasukan Batin Mangunang dengan Belanda terjadi di Kampung Muton
di Telukbetung. Pertempuran berawal ketika para kepala kampung di Telukbetung
merasa tersinggung dengan sikap yang kurang baik dari komandan pasukan Belanda
di Telukbetung. Oleh karena itu kepala-kepala kampung mengadakan kontak dengan
Batin Mangunang di Kotaagung untuk bersama-sama mengadakan penyerbuan ke markas
Belanda di Telukbetung.

Hal itu ditanggapi secara
positif oleh Batin Mangunang, apalagi sejak terjadinya penangkapan penduduk
Kotaagung oleh Belanda dan keinginan Belanda untuk melakukan penangkapan
terhadap dirinya.

Batin Mangunang yang
sebelumnya berhasil menyingkir ke kampung Cunggukh mulai mengadakan persiapan
untuk menghadapi segala kemungkinan terjadinya penyerangan. Adanya ajakan dari
kepala kampung di Telukbetung merupakan pemicu semangat Batin Mangunang untuk
melakukan penyerangan terhadap kolonialisme Belanda.

Setelah persiapan telah
selesai berangkatlah pasukan Batin Mangunang dari Kotaagung menuju Telukbetung.
Dalam perjalanannya menuju ke Telukbetung pasukan Batin Mangunang mendapat
bantuan pasukan dari Kelumbayan. Mereka melintasi pegunungan menuju Way Ratai dan
sampai di Lembah Gunung Betung pasukan Batin Mangunang kemudian membuat
perkemahan di Kampung Muton.

Setelah kedatangan
pasukan dari Telukbetung langsung bergabung menjadi satu dengan pasukan Batin
Mangunang. Mereka kemudian menyusun rencana penyerbuan ke benteng Belanda,
tetapi sebelum penyerbuan terealisasi gerak-gerik Batin Mangunang ternyata
diketahui oleh Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 6 Januari 1828 Letnan
Gertener sebagai komandan tertinggi di Telukbetung memerintahkan pasukannya
yang berjumlah tiga puluh dua orang untuk melakukan penyelidikan.

Sesampainya di Kampung
Muton pasukan Belanda langsung mendapat serangan dari pasukan Batin Mangunang.

Dalam pertempuran
tersebut pasukan Belanda melarikan diri tetapi terus dikejar sampai ke benteng
Belanda, tetapi ketika sampai di benteng Belanda ternyata kondisi benteng dalam
keadaan kosong. Letnan Gertener dan anak buahnya sudah melarikan diri.

Dalam pertempuran yang
terjadi secara singkat ternyata pasukan Batin langunang telah menewaskan
seorang tentara Belanda dan melukai dua tentara lainnya.  Setelah terjadinya pertempuran di Telukbetung
daerah tersebut menjadi kekuasaan prajurit-prajurit Batin Mangunang.

Jatuhnya Telukbetung
ketangan pejuang Lampung membuat gelisah pihak Belanda di Batavia. Oleh karena
itu pemerintah Belanda mengeluarkan resolusi No. 2 tanggal 4 Januari 1828. Isi
dari resolusi tersebut berisi perintah kepada Francis untuk berangkat ke
Telukbetung demi memulihkan kembali kedudukan Belanda yang terancam di Lampung.

Pada saat pendaratan
dilakukan Letnan dua Kobold jatuh sakit sehingga la ditinggal dengan sebagian
pasukan di dalam kapal. Kapten Hoffman, bersama pasukannya kemudian memasuki
Kampung Benawang  di Negara Ratu tetapi
tidak ada perlawanan dari rakyat daerah tersebut karena kampungnya telah
dikosongkan.

Anggapan Belanda setelah
penyerbuan di Lereng Gunung Tanggamus telah selesai ternyata salah. Setelah
Batin Mangunang wafat karena sakit dan umur yang sudah lanjut, anaknya Dalem
Mangkunegara meneruskan perjuangan ayahnya.

Sikap Batin Mangunang
yang tidak menyukai cara-cara diplomasi yang diajukan pihak Belanda membawa
keuntungan tersendiri, sehingga sampai akhir hayatnya Ia tidak tertangkap
ataupun terbunuh oleh Kolonialisme Belanda. (Sayuti Rusdi)

error: Berita Milik GNM Group
Exit mobile version